Woohoo, akhirnya setelah sekian lama, melewati UAS dan persiapan Penmas, bisa nulis lagi di blog ini haha
So.. Kali ini saya mau cerita tentang pengalaman Pendakian Massal 2015 yang dimana saya diberi kesempatan untuk memimpin acara ini :D
========================================================================
|
Credit: Sekar Arum Nurtriani |
Inswapala: Pendakian Massal 2015
Gunung Prau, Dataran Tinggi Dieng, 2565 mdpl
14 - 17 Juni 2015
Minggu, 14 Juni 2015
Hari itu datang. Dan jujur saja, saya tidak bangun dengan bersemangat. Pendakian ini kuanggap beban. Bagaimana tidak, walaupun tergolong dalam pendakian santai, namanya pendakian tetaplah memiliki resiko yang besar, dimana itu merupakan 'beban' tanggung jawab bagi saya.
Pukul 14.00, semua panitia diharap untuk datang untuk
briefing dahulu dan
re-packing. Ya, dengan budaya telat yang menjamur, kebanyakan panitia datang baru pukul 16.00. Padahal, itu adalah waktu bagi peserta untuk kumpul (saya sendiri baru datang jam 15.00 hehe :P).
Selesai bersiap-siap dan pembukaan, kami ber-33 (12 peserta, 16 panitia, 2 guru, 2 alumni, 1 pendamping tambahan) pun berangkat menuju Stasiun Bekasi menggunakan mobil dan angkot. Singkat cerita, kami langsung menuju Stasiun Pasar Senen dan pergi ke Stasiun Purwokerto menggunakan kereta Serayu Malam.
Senin. 15 Juni 2015
Dengan sedikit
ngaret, kira-kira kami sampai pada pukul 8.30 di Stasiun Purwokerto. Kami melanjutkan dengan 2
minibus yang telah kami pesan sebelumnya. Masih mahal
sih, tetapi setidaknya ini membuat perjalanan kami lebih mudah. Kami makan pagi di dalam bis dengan makanan yang telah dibeli di stasiun.
Karena adanya perbaikan jembatan di dekat jalur Patak Banteng, kami pun harus sedikit memutar menuju Gunung Prau melalui kabupaten Banjarnegara. Perjalanan di
minibus pun memakan waktu sekitar 5 jam, dimana seharusnya 4 jam. Kami pun sampai di
basecamp jalur Dieng sekitar pukul 13.30. Kami pun bersiap-siap, solat dan makan siang hingga pukul 14.30.
Selagi menghabiskan waktu, saya juga berbicara dengan petugas di
basecamp. Katanya, pada minggu malam, tepat pada malam kami dalam perjalanan di kereta, suhu di
basecamp telah mencapai -1 derajat Celsius dan embun-embun mulai menjadi es! Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi di puncak melainkan hanya bisa mempersiapkan diri
Dari pukul 14.30 kami mendaki melalui jalur Dieng. Jalur Dieng ini kami pilih dengan dua alasan, yaitu karena kami takut peserta kelelahan untuk mendaki jalur Patak Banteng dan
katanya jalur ini lebih indah dan mudah, walaupun lebih lama. Kira-kira 30 menit kemudian, kami sampai di Pos 1 setelah melewati rumah-rumah dan kebun sayur. Di Pos 1 ini sendiri hanya terdapat tanda berupa kertas hasil cetak yang dilaminating dan ditempel saja.
Tetapi, setelah Pos 1, kami tidak dapat menemukan Pos 2 dan Pos 3. Menurut peta yang diberikan dari pihak
basecamp, Pos 2 dan Pos 3 terletak sebelum menara
Repeater. Kami memang sempat menemukan 2 lahan yang dapat dibilang mirip dengan 'Pos' pada umumnya, tetapi tidak ada plang atau tanda seperti pada Pos 1.
Pada hampir pukul 6, kami pun mulai dapat melihat menara
Repeater milik Telkomsel sehingga kami berasumsi telah melewati Pos 2 dan Pos 3. Kami pun juga berasumsi bahwa puncak dekat dari repeater karena menurut peta jaraknya hampir sama seperti antar pos. Angin lembah menjelang malam hari di bukit pun mulai berhembus. Kami pun sering
nge-rest untuk mempersiapkan
headlamp, jaket, sarung tangan, dan kupluk.
Setelah lebih dari satu setengah jam perjalanan, hampir tidak ada tanda ada tenda yang berdiri sebagai tanda puncak telah dekat. Beberapa dari kami makin kelelahan dan
nge-down karena dinginnya medan. Akhirnya, kami sampai di bukit-bukit menuju puncak. Karena bukit-bukit itu tersusun rapih seperti tangga, kami tidak tahu dimana kah puncak sesungguhnya.
Setelah berkali-kali kami berasumsi bahwa puncak telah dekat, sampailah kami di suatu kondisi dimana kami mulai frustasi dan berhenti. Sebagai ketua, satu-satunya pikiran saat itu hanyalah jangan sampai ada yang terkena
hypo atau hipotermia, apalagi kasus yang lebih parah. Sudah sekitar pukul 8.30 kami belum menemukan tenda kami dan dua orang pun dikirim untuk bergerak terlebih dahulu untuk mencari teman kami yang bertugas sebagai Tim Pendahulu.
Dua orang itu pun kembali dan menyampaikan bahwa tempat tenda kami hanyalah berjarak satu bukit lagi. Kami pun mulai bergegas pergi dan beberapa panitia cowok pun berinisiatif untuk
double-carrier untuk membantu para wanita. Akhirnya, kami sampai juga di daerah tenda kami dengan disambut beberapa makanan. Saya pun hanya mengambil makanan secukupnya dan langsung beristirahat.
Selasa, 16 Juni 2015
Awalnya, saya tidak mau bangun dari
sleeping bag pinjaman yang tebal dan hangat. Walaupun saya sudah memakai baju berlapis-lapis di dalam tenda, suhu di puncak tetaplah menggigit. Tetapi, saya pun berpikir ulang bahwa 'Buat apa datang susah-susah kalau tidak dapat pemandangan indahnya?'. Saya pun memberanikan diri keluar dari tenda dengan menambah lapisan baju saya.
Ya, pemandangannya memang hebat. Beberapa langkah dari tempat tenda, kami sudah berada di tempat strategis untuk foto-foto. Dengan latar belakang gunung Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Kembar 1 dan Kembar 2 dan
sunrise yang indah, wajar saja belakangan ini Gunung Prau naik daun.
Karena terlalu bersantai-santai, kami pun baru turun dari puncak Prau pada pukul 10.30. Kali ini kami memutuskan untuk turun melalui jalur Patak Banteng karena kami ingin mempersingkat waktu dan menuruni 'tangga-tangga' tentu tidak sesulit menaikinya. Sebenarnya, untuk pendakian normal, kami bisa turun hanya dengan waktu kurang dari 2 jam. Tetapi, dengan jumlah 31 orang (guru kami tidak jadi ikut naik ke atas), kami menuruni gunung ini pelan-pelan asal selamat, seperti pepatah orang jawa, 'Alon-alon asal klakon',
Ternyata, jalur Patak Banteng ini memiliki
view yang lebih indah dari jalur Dieng (menurut saya) karena suguhan pemandangan dataran tinggi dieng secara luas, beda dengan pemandangan jalur Dieng yang cenderung alam bebas saja. Tetapi, jalur Patak Banteng ini memang memberi efek pada kaki kita sulit bergerak karena benar-benar seperti tangga.
Pada pukul 13.30, hampir semua dari kami telah sampai di
basecamp Patak Banteng. Para peserta pun beristirahat, makan siang, solat dan mandi. Saya pun ikutan mandi menggunakan kamar mandi yang ada
heater-nya dengan harga lima ribu rupiah saja dan rasanya benar-benar tidak ingin keluar dari
shower haha.
Sayangnya, ekspektasi kami untuk melihat
sunset di Bukit Sikunir pun batal karena
minibus yang kami pesan telat datang sampai-sampai kami harus mendirikan tenda di pinggir Danau Telaga Cebong setelah
sunset selesai. Malam itu pun kami agak bebas sehingga kami dapat beristirahat dengan nyenyak.
Rabu, 17 Juni 2015
Tidak ada akar, rotan pun jadi. Peribahasa ini memang sengaja dibalik karena memang
sunset yang kami incar pada hari Selasa bukanlah hal yang spesial, melainkan
sunrise lah yang diincar-incar orang. Para panitia pun bangun pada pukul 4 pagi untuk mempersiapkan logistik dan minuman hangat sebelum kami pergi ke puncak Sikunir.
Setelah solat Subuh, kami berangkat pada pukul 04.55. Kami tidak membawa
carrier sehingga kami berjalan dengan cepat. Walaupun bertangga-tangga seperti jalur Patak Banteng, jalan menuju puncak Sikunir tidak begitu curam sehingga tidak begitu melelahkan. Hanya dalam waktu sekitar 25 menit, kami telah sampai di puncak Sikunir. Usaha kami terbayarkan dengan melihat garis
sunrise yang sangat indah.
Sayangnya, beberapa dari kami tidak begitu semangat, mungkin karena banyaknya debu dan telah puas melihat
sunrise di puncak Prau. Kami pun turun kembali pada sekitar pukul 06.10. Sesampai di bawah, kami pun pesta makanan dengan bahan yang tersisa dengan santai karena banyaknya waktu yang tersisa. Kami tidak jadi pergi menuju Danau Telaga Warna karena menurut guru kami harga tiket masuk tidaklah senilai dengan pemandangan yang disuguhkan dan kami memutuskan untuk bermain-main di Danau Telaga Cebong saja.
Pada pukul 10.30, kami telah selesai mengemas barang-barang dan pergi menuju stasiun Purwokerto.
Minibus kami juga sempat berhenti untuk mampir membeli oleh-oleh khas Dieng seperti Carica dan kopi khas daerah tersebut (saya lupa namanya haha).Singkat cerita, kereta kami berangkat pada pukul 19.28 dan kami sampai di Stasiun Bekasi pada pukul 00.30 hari berikutnya. Semua peserta dan panitia serta para pendamping pun kembali pulang ke rumah masing-masing.
========================================================================
Sekian aja cerita atau catatan perjalanan dari saya. Ini masih belum direvisi sih jadi tolong dimaklumi saja haha. Habis ini saya juga mau
share untuk foto-foto indahnya,
so stay tune!