5 Fakta Tentang Beras Plastik
Semalam,
ketika menonton laporan televisi, saya terkejut melihat salah seorang
reporter menunjukkan perbedaan antara beras ‘plastik’ dan beras beneran.
Dua-duanya dibuat menjadi bubur, lalu ditunjukkan ke pemirsa. Beras
‘plastik’ lebih kental, membentuk gumpalan, sementara beras ‘asli’
berbentuk seperti bubur. Lalu saya sadar – nanti dulu... plastik kalau
direbus air TIDAK akan menjadi bubur!
Lalu iseng saya cek video youtube ‘pembuatan beras plastik’ yang linknya bisa ditemukan disini : Cara Pembuatan Beras Plastik Asal Cina (VIDEO)
Lalu
saya terhenyak – itu mah bukan sedang membuat beras plastik, tapi biji
plastik bewarna putih dengan proses extrusion, kemungkinan jenis HDPE.
Hayyah! Saya ubek-ubek, ternyata tidak ada bukti yang lebih ilmiah lagi
(mungkin saya gak belum nemu, kalau ada yang nemu bisa menghubungi
saya). Modalnya ini doang!
Please
dech orang Indonesia, yuk lebih teliti lagi! Be resourceful, kata
mentor saya seorang jurnalis investegatif senior bernama Bondan Winarno.
Berikut ini 5 FAKTA ILMIAH mengenai beras plastik adalah HOAX:
1. Video ‘pembuatan beras plastik asal China’ ini tidak memiliki
informasi bahwa yang diproduksi adalah beras. Video ini menunjukkan
proses membuatan biji plastik yang disebut extrusion, mesinnya namanya
extruder. Plastik dicairkan, lalu masuk ke semacam pipa yang dipanaskan
dan memiliki pengaduk ulir seperti mata bor. Dari situ, plastik akan
keluar seperti odol dan masuk ke saringan seperti membuat cendol, yang
membentuk panjang seperti mie. Lalu dicelupkan ke air, karena ‘benang
plastik’ (saya mau nyebut ‘mie plastik’ nanti heboh lagi!!) ini masih
panas dan lembek. Sesudah mengeras, ‘benang plastik’ ini dipotong kecil2
di chopper membentuk pelet atau biji supaya bisa dimasukkan ke karung
dan bisa dikirim dengan mudah. Tidak ada yang menunjukkan orang ini
sedang bikin ‘beras plastik’! Embel2 ‘asal China’ juga ngasal. Orangnya
ngomong Mandarin, tapi bisa saja ini di Taiwan, Canada, atau Tangerang!
2. Sifat utama plastik turunan hidrokarbon – keluarga keresek – adalah
hidrofobik atau tidak suka air, karena bahan dasarnya adalah minyak bumi
dan struktur kimianya nonpolar. Akibatnya, mau direbus sampai Indonesia
menang piala dunia sepak bola sekalipun, TIDAK AKAN MENJADI LEMBEK.
Beras bisa lembek menjadi bubur karena menyerap air. Kalau plastik
direbus kelamaan paling-paling basah atau berwarna kecoklatan. Tapi
tidak bisa menjadi bubur!
3. Jika memang benar ada ‘beras dari plastik’, maka membedakannya
gampang saja: PLASTIK TIDAK AKAN TENGGELAM DI AIR karena berat jenisnya
lebih rendah dari air. Jadi ketika kita merendam beras dalam air sebelum
memasak, ‘beras plastik’ ini akan tetap mengambang meskipun kita tekan
kebawah.
4. Ada lagi teori bahwa ‘beras plastik’ dibuat dari kentang atau umbi
yang dilapisi plastik. Maaf, saya nggak percaya sampai saya bisa
meneliti sampelnya. Pertama, kentang lebih mahal dari beras – masak
ngoplos pake bahan yang lebih mahal? Kedua, bagaimana cara motongin
kentang jadi biji kecil-kecil. Ketiga – yang paling logis – titik leleh
plastik yang paling umum: PE (polietilen) adalah 115 oC, PP
(polipropilen) adalah 130 oC, dan PET (polietilen tereftalat) adalah 260
oC (atau sekitar 100 oC untuk PET yang digunakan untuk botol plastik).
Sementara untuk melakukan pelapisan (coating), plastiknya harus
dicairkan dulu baru bisa melapisi umbi atau kentang. Semua titik leleh
plastik diatas 100 oC, berarti umbi atau kentangnya akan keburu gosong
sebelum bisa dilapisi plastik! Jadi, sebagai engineer saya nggak
kebayang gimana caranya melapisi umbi dengan plastik. Dan, kalau bisa
harusnya mahal prosesnya – tidak bisa dipakai ngoplos!
5. Bagaimana cara menguji ‘beras plastik’ dan ‘beras asli’? Saya
menghimbau kalau ada yang punya sampel ‘beras plastik’ silakan hubungi
saya. Rekan Kimiasutra saya Irvan Kartawiriya bisa mengujinya di
Laboratorium Food Technology di Swiss German University. Caranya mudah,
dengan dua cara: pertama memotong beras dan melihat penampangnya di
bawah mikroskop, untuk melihat apakah ada terlihat ‘umbi dan kulit
plastiknya’. Kedua, mengujian amilum dengan Yodium. Amilum adalah jenis
kanji yang terdapat pada beras asli, yang jika ditetesi Yodium akan
memberi warna ungu. Kalau ditetesi tidak ungu, berarti bukan beras asli!
Saya menghimbau seluruh jurusan Kimia mulai melakukan riset ini dan
sampai ada bukti ilmiah bahwa beras memang benar-benar ‘palsu’ dengan
uji mikroskop dan Yodium, saya tidak percaya.
Untuk para jurnalis investegatif, yuk atuh be resourceful! Bisa nonton
BBC Panorama sebagai contoh ketika menginvestigasi sebuah topik, dan
tentu saja belajar pada yang sangat berpengalaman seperti Pak Bondan.
Terakhir, jika memang ada orang diluar sana yang berhasil membuat ‘beras
tiruan’, Anda harus siap2 jadi konglomerat. Di tahun 2010, seniman
kontemporer China, Ai Weiwei, menggemparkan dunia dengan memamerkan
karya terbarunya berjudul ‘Sunflower seeds’ di Tate’s Modern Turbine
Hall, London. Karya ini berupa 100.000.000 butir ‘kuaci palsu’ dari
keramik yang dibuat dengan mengerahkan 1600 seniman dari Jingdezhen,
China, untuk membuat, memanggang, dan melukis kuaci ini satu persatu. Di
lelang Sotheby tahun 2009, ‘kuaci palsu’ ini terjual 3.50 GBP per biji,
atau Rp 71.610,- sesuai kurs Google hari ini. Bayangkan, 100 juta biji
berarti bernilai Rp 7 trilyun rupiah! Kalau Anda menjual ‘beras plastik’
ini ke Tate Modern Museum di London, siapa tau bisa laku segitu!
Dikutip dari:
http://harrynazarudin.blogspot.com/2...stik-hoax.html
http://www.kaskus.co.id/thread/555dc478a09a395d378b456f/?ref=homelanding&med=hot_thread
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lain kali, kita jangan mudah dibodoh-bodohi oleh media massa, ya! Hehe :D
No comments:
Post a Comment