Tuesday, December 22, 2015

Puisi: Dimana Saljuku



Dimana Saljuku
Oleh Bayu Imaduddin

Ku pernah bermimpi
Butiran halus itu turun
Hinggap di ujung rambutku
Bagai malaikat dengan anggunnya
Namun ia hancur, ia lenyap
Aku tak berdosa
Tapi aku tahu ia disana
Ia hanya berubah
Menjadi tetesan air
Menyelimuti diri ini

Seketika itu, ia tak lagi khayalan
Aku telah disini
Dapat menyambut kedatangannya
Tuk pergi ke gerbang yang baru
Aku tahu ia akan datang
Untukku, untuk mereka
Walau tak suka dengan sentuhannya
Namun ia suci, ia putih
Suka ria beriringan dengannya
Siapa yang tak gembira

Suatu hari ku memandang
Menembus jendela di pojok ruangku
Bersama dengan angin yang menghembus
Ia menari menuju ibu pertiwi
Bukan tetesan air, bukan debu
Ia datang, ia datang
Ini telah waktunya
Namun ia datang seketika saja
Ku tahu, ia akan memenuhi janjinya
Kan datang lagi untukku, untuk mereka

Kini bunga lah yang menyambut pagiku
Tidak, ini bukan lah waktunya
Aku tidak benci dengan bunga
Namun, ia telah berjanji padaku
Tuk menghiasi pohon cemara
Tuh menutupi lekah pegunungan
Tuk datang menghampiri
Tidak, tidak
Kau telah berjanji
Kau harus datang
Untukku, untuk mereka

Salju....
Dimana kah kamu?
Dimana saljuku?


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Walau saya kurang tahu apakah puisi di atas bagus atau tidak, saya gak nyangka kalua saya bisa buat puisi haha. 

Puisi di atas sendiri dimaksudkan untuk memberi tahu bahwa saat ini (khususnya) di Eropa, yang seharusnya telah musim dingin/salju, justru sangat cerah (antara 5-15oC) dan tak ada salju. Biasanya di bulan Desember salju telah turun dan utamanya pada hari Natal, salju sudah bertumpukan. Ini terutamanya disebabkan oleh perubahan iklim yang sangat nyata. Oleh karena itu, tindakan untuk perubahan iklim bener-bener dibutuhkan, guys!


Salam hangat,
Bayu

Friday, December 4, 2015

Green Campus



 

Beberapa minggu yang lalu, salah satu teman saya menanyakan tentang “Green Campus” di sini, seperti apakah ada hal tersebut di sini dan jika ada, bagaimana cara kerjanya. Oleh karena itu, saya akan menulis mengenai hal ini dan relevansinya di tulisan ini.

Jadi, sekolah saya atau UWC Robert Bosch College sendiri adalah salah satu dari 15 UWC di seluruh dunia dengan fokus utama pada berkelanjutan atau lingkungan hidup. Mungkin kata “berkelanjutan” atau “sustainability” sedikit asing bagi telinga orang Indonesia. Tetapi, banyak orang yang lebih menggunakan kata ini dibanding kata lingkungan hidup atau “environment” sebab masalah ini tidak hanya mengenai lingkungan hidup, tetapi juga secara sosial dan ekonomi.

Kota di mana saya tinggal, Freiburg, Jerman, merupakan salah satu kota hijau dengan gerakan mengenai berkelanjutan ini sangatlah besar. Pembangkit listrik dengan sumber daya terbarukan didirikan di mana-mana, seperti panel surya, turbin air, dan kincir angin. “Peternakan” panel surya ada di mana-mana di kota ini, bahkan di rumah-rumah warga. Sekolah saya sendiri mendapatkan sebagian listriknya dari panel surya di atap-atap asrama kami.  Sungai terdekat dari sini, Sungai Dreisam, juga memiliki generator listrik bertenaga air yang bisa saya lihat dengan mata kepala sendiri.

Saya kurang tahu apakah fenomena ini terjadi di seluruh Jerman atau tidak, tetapi di sini gaya hidup masyarakatnya sudah ramah lingkungan. Salah satu contoh yang saya kageti adalah penggunaan botol plastik. Setiap pembelian botol plastik seperti air mineral, kita harus dikenakan biaya lebih untuk membayar botol plastik tersebut (sekitar 25 sen). Mengapa? Sebab di sini kita dapat menemukan ATM botol plastik, di mana kita dapat me-refund uang yang kita bayar jika kita mengembalikan botol plastik tersebut. Tujuannya sendiri adalah agar “memaksa” warga untuk membuang botol plastik tersebut pada tempatnya sehingga mudah didaur-ulang.

Sistem unik lainnya adalah sistem pembuangan sampah di sini. Setiap bangunan diwajibkan untuk memiliki pengolahan sampah yang teratur, yang dipisahkan menjadi kertas, plastik, kompos, botol gelas dan barang sisa (barang yang tidak masuk ke definisi lainnya). Jika dalam inspeksi ditemukan pengolahan sampahnya berantakan, maka pemilik bangunan tersebut dapat dikenakan denda hingga jutaan rupiah. Jadi, sangat amat jarang kalian akan menemukan sampah tergeletak sembarangan disini. Dalam pengolahan sampah, Zero Waste Lifestyle juga mulai dimaraki dengan mengurangi jumlah sampah dan prinsip 5R (Recycle, Refuse, Reduce, Reuse, Replace) juga menjadi pedoman.

Mode transportasi juga sudah ramah lingkungan. Di sepanjang jalan perumahan maupun jalan raya, jalan sendiri dibagi menjadi lajur bagi pesepeda, pejalan kaki, dan kendaraan bermotor. Hal ini sangat memudahkan dan membuat masyarakat merasa aman untuk bersepeda, sehingga kita dapat menemukan banyak sekali pesepeda di sini. Transportasi umum pun juga tidak kalah diminati, seperti Tram, Bus, dan Kereta. Mobil juga masih banyak ditemukan, tetapi termasuk sepi dan banyak digunakan hanya di pusat kota. Motor pun tetap ada! Tetapi, jumlahnya sangatlah minim, karena kesadaran masyarakat sendiri sudah tinggi dan biaya yang diperlukan juga tidak kalah besar.

Untuk konsumsi sehari-hari, supermarket pun sudah banyak menyediakan produk ramah lingkungan, seperti organik dan fair trade. Fair Trade adalah sistem perdagangan berkelanjutan yang berusaha untuk membantu produsen (perajin,petani,nelayan,dsb) yang terpinggirkan melalui sistem pembayaran yang adil (dikutip dari forumfairtradeindonesia.org). Produk organik sendiri maksudnya adalah produk tersebut lepas dari bahan kimia buatan yang berbahaya. Restoran-restoran di sini juga sudah menawarkan produk vegetarian yang mengikuti tren pola hidup ramah lingkungan.

Mungkin saya sendiri belum menyinggung banyak mengenai Green Campus. Tetapi, kurang lebih apa yang saya jelaskan sudah menjadi gambaran Green Campus di sini karena sebenarnya, kontributor CO2 terbesar dalam gaya hidup sehari-hari bersumber dari transportasi, makanan, dan pengolahan sampah. Sebagai tambahan, di sini banyak sekali kegiatan yang membicarakan “berkelanjutan” dan semacamnya, seperti “Sustainability Day” dan “Meat Discussion”. Adapun kegiatan terbaru di sini yang berhubungan adalah pembuatan blog UWCOP (mari mampir!) sebagai live report dari konferensi yang sedang berjalan: COP21 (cek di tulisan saya lainnya).

Sebagai penutup, memang sih di sini gerakan berkelanjutan sudah maju karena memang telah dimulai dari waktu lama. Dibandingkan dengan Indonesia, Indonesia sendiri masih di belakang. Tetapi, ini bukan waktunya untuk pesimis. Kita bisa melihat perkembangan gerakan semacam ini di Indonesia juga tumbuh pesat. Maka, saya harap tulisan ini pun bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda dan gerakan berkelanjutan di Indonesia :)

Tuesday, November 17, 2015

Potensi Indonesia dan Generasi Muda


Untuk berbagai alasan, kali ini saya ingin bersyukur bisa dilahirkan di Indonesia. Saya menulis ini karena berbagai alasan, baik karena pelajaran Ekologi yang saya ambil, sistem teknologi di Jerman, maupun cerita teman-teman saya dari negara lain. Bisa saya bilang, Indonesia memangmemiliki      potensi yang amat luas.

Dari unsur energi, Indonesia memiliki potensi yang melimpah! Hmm, coba kita pisahkan dulu pikiran mengenai potensi minyak dan bahan bakar fosil lainnya. Minyak memanglah kebutuhan kita, tetapi dampak ke depannya juga perlu kita pikirkan.

Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga sirkulasi air negara ini berjalan dengan baik yang berarti kita memiliki potensi PLTA yang besar. Lalu, Indonesia juga memiliki potensi tenaga surya yang melimpah dengan cahaya matahari yang menyinari sepanjang tahun. Sayangnya, kita belum bisa memanfaatkan ini dengan maksimal dibanding negara barat yang potensi mataharinya lebih sedikit dair kita.

Indonesia juga berpotensi untuk memiliki sistem pengolahan limbah yang baik seperti untuk produksi biogas karena negara ini memiliki suhu yang stabil dan hangat, sehingga bakteri dalam proses produksi biogas dapat bekerja dengan baik. Kemudian, Indonesia juga memiliki beberapa potensi energi lainnya seperti angin dan pasang surut air laut.

Kemudian, Indonesia juga dapat menghasilkan makanan yang melimpah. Agribisnis Indonesia berpotensi untuk menghasilkan makanan yang amat banyak karena Indonesia disinari cahaya matahari sepanjang tahun dan sumber air yang melimpah. Potensi perikanan Indonesia juga tidak kalah besar. Tak perlu menyebutkan statistik, Indonesia memiliki laut yang sangat luas untuk ‘digali’. Peternakan sapi, ayam, dan ikan air tawar Indonesia juga sangat mendukung perekenomian kita.

Sebenarnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang besar juga. Keaktifan dan gerakan pemuda di Indonesia merupakan salah satu harta negara ini yang akan sangat berguna beberapa tahun ke depan. Memang, seringkali negara ini cenderung konservatif atau belum terbuka dan masyarakatnya masih kurang bermental produktif. Tetapi, negara ini memiliki harapan yang besar juga.

Terakhir, saya teringat dengan lagu Koes Plus - “Kolam Susu” yang berlirik: “Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” Memang tidak mungkin, tetapi itu menggambarkan betapa hebatnya tanah ini. Bahkan, ada pula yang mencocok-cocokkan Indonesia dengan “Atlantis”, kota mitologi Yunani yang ­­hilang namun dibilang sangat subur dan indah. Percaya atau tidak, bisa saja ada relasi keduanya. Yang terpenting, ini menunjukkan bahwa kita mempunya aset yang berharga. Tinggal kita lah, sebagai generasi muda, harus bisa membawa negara ini ke arah yang lebih baik. :) #GenerasiEmasTahun2045

Monday, November 9, 2015

Restos du Coeur

P.S: Mohon maaf kalau ditulis dalam bahasa Inggris, karena pada awalnya memang ditujukan untuk blog saya lainnya: Project Week 1.1 - Restos du Coeur | INDONESIAN IN FREIBURG. Tapi, saya lumayan yakin bahwa bahasa Inggris saya tidak terlalu rumit. Jadi, selamat membaca! :D

------------------------------------------------------
Before I truly start my post, probably you already have questions such as why the title is in French and why I haven’t posted for a period of time. So, the answer is that I went to France for project week! Yey! I write this prior to my main project week story because I have a lot of ideas to write for my blog but I don’t really know which I should write first. So, I think this is easier to write and more important to share.

The line
Restos du Coeur is an organization that I worked voluntarily for in my project week. This organization is a French charity, which the main activity is to distribute food packages and hot meals to the needy. A restaurant to another may have different style of distributing food. At the place I worked for, the main aim is not to feed the needy, but to make sure that they have 6 meals every week. It might not seem really much, but for a voluntary project which serves more than 200 families every week, it is huge.

Our task was to accompany the representative of the family to walk around the restaurant and pick the food they wanted. There were several sections in the restaurant. First, there were milk (1 box per person) and juices (1 bottle per family). And then there were vegetables, food cans, fruits, cheese, and yogurt which were using point. The number of point each family differs from one to another depends on the number of person in the family. Different things have different point, such as big can of vegetable is 4 and the small one is 2. But, the point system didn’t work perfectly because we also had to consider the number of stock they had and the condition of the family. If we gave based on the point, the family who came later wouldn’t find any of these part left.

Then, there were also meats and frozen foods section which had servers so the servers had their own system. The last were breads, desserts, sauces, coffee and flowers which we could offer up to us but still had to consider the family condition and the number of the stock. And sometimes, there were also nice and useful stuff like flowers, herb pots, mops and diapers.

There were two main challenges I found in this voluntary work. The first was that we have to be mindful in allowing them to pick the food. We had to be generous to them as they might be really suffering, but we also had to put in mind about the other families. Sorry and no were pretty hard to say, but it was the challenge. And then, there were also a language barrier. Most of the families only spoke French, while I didn’t speak French at all. Some people also spoke Arabic, Russian, German, and sometimes English which was lucky to have. But after finishing the work, I realized that language barrier was not such a big obstacle to do something great and I was/am really grateful of this experience.

The products
That was the system I followed at that place. Not only different style in distributing food, I searched on Internet and I read that there were also different activities that they do such as gardening. I also read that in the winter this organization could save hundreds of homeless people every year because of their foods. And it is amazing!

Briefly, the idea was from a French comedian and actor, Coluche. He launched the idea, “”I have a little idea, a bit like this… If there are people who would be interested in sponsoring a free soup kitchen, we’d start first in Paris and then spread to France’s big cities,” on 26 September 1985. The first restaurant opened two months later and spread all over the country. The idea grew more and more and in fact one of Coluche’s plea was heard by the European Parliament in February 1986. This story teaches me that you can make something great from a simple idea; just give it a shot and work hard for it!

After all, I really like the idea of this organization and I wonder if the other people can make the similar thing in the other countries, especially developing countries like mine. I talked this to my mom and she said ­it would be really nice to have it, but we still had to learn more and more how this system could work in other countries, such as Indonesia. It is not easy to apply a system from a country to another country which has different circumstance, even though it is possible. But, I believe there will be more and more great movement such as this in this world :)

Tuesday, October 27, 2015

Daylight Saving Time



Daylight Saving Time

Hari ini, saya bangun dengan kondisi kamar lebih terang dari biasanya. Padahal, waktu di alarm saya sama seperti biasanya. Oh ya, baru aja beberapa hari yang lalu, terdapat pergeseran waktu di tempat saya. Jadi, semua waktunya mundur selama satu jam. Lah kok bisa?

Ya, itu yang akan saya bicarakan di tulisan ini. Sistem ini bernama “Daylight Saving Time” atau bisa dibilang “Waktu Musim Panas”. “Waktu Musim Panas” adalah sistem waktu berupa menyimpan waktu pada musim semi panas (antara pertengahan musim semi dan pertengahan musim gugur) dengan memajukan waktu 1 jam lebih awal dari biasanya. Pada umumnya, hal ini masih digunakan di negara-negara barat. 

Hal ini ditujukan untuk memajukan segala aktivitas seperti jam sekolah dan jam kerja agar orang-orang dapat beraktivitas lebih lama setelahnya di bawah naungan cahaya matahari. Ini disebabkan perbedaan panjang-pendeknya siang pada musim panas dan musim dingin serta waktu terbitnya matahari di negara-negara beriklim sedang dan kutub. Perbedaan ini juga menyebabkan orang-orang harus menghemat energi dalam penggunaan lampu pada waktu yang berbeda-beda, sehingga sistem DST ini juga membantu menghemat energi pada musim dingin. 

Sumber: id.wikipedia.org

Sistem ini sudah berjalan lebih dari 100 tahun dan memiliki dampak yang sangat besar. Tetapi, karena orang-orang sendiri sudah dapat melakukan banyak hal secara efisien tanpa sistem ini, sistem ini sedang dipikirkan untuk tidak digunakan kembali. Pada gambar di atas sendiri, kita dapat melihat bahwa beberapa negara sudah tidak menggunakan sistem ini lagi. Kita juga dapat melihat bahwa banyak negara Asia tidak pernah memakai sistem ini.

Hal yang baru saya alami di sini, Jerman, adalah mengembalikan waktu pada seharusnya dengan memundurkan waktu selama 1 jam, sehingga saya memiliki 1 jam beraktivitas pada hari itu. Yey! :D Jadi, jangan kaget ya kalau ada perbedaan waktu yang digunakan di negara-negara barat karena waktu sendiri tergantung dengan musimnya!

-----------------------------------------------------------------------------------------
Catatan: Banyak tulisan baru di blog saya lainnya: Indonesian in Freiburg. Yuk mampir! :) Hehe