Thursday, August 4, 2016

PENGUMUMAN

Sebagaimana yang anda ketahui, blog ini telah pasif sejak April 2015 dan diputuskan akan tetap pasif seterusnya (akan dihapus setelah beberapa waktu). Beberapa konten lama dari blog ini akan diperbaharui dan di-publish ulang (kemungkinan besar dalam Bahasa Inggris) sebagaimana pula dengan konten baru akan di-publish di blog saya lainnya, yaitu INDONESIAN IN FREIBURG. 

Atas segala perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.

Salam dari Freiburg,
Bayu

Friday, April 22, 2016

Vegetarian 101


Maybe some of you already knew from my earlier post about me being vegetarian. And you know what? I have survived being a vegetarian for more than half a year! This is actually not a big achievement because some of my friends have been a vegetarian for more than a half of their life already. Still, it is just amazing for me to realize how I have avoided meat for that long period. 

However, I still think that many people out there still have little or no idea about what vegetarian is and how it is like. And even more, some people even have a negative connotation of vegan and vegetarian like in 9GAG. Therefore, in this post, I would like to give you more insight about being a vegetarian, so after reading this, perhaps you can tell your friends what the truth is. 

Wednesday, April 13, 2016

Seri Pendidikan: Membandingkan Kurikulum (Bagian 1)



"Coba lihat tuh pendidikan di luar negeri. Mereka itu ini, ini, dan ini..."

Ucapan tersebut memang sebelumnya sering saya dengar dari berbagai teman dan kenalan saya, atau bahkan mungkin dari diri saya sendiri. Sebagai (mantan) penganut kurikulum 2013, wajar saja saya dan teman-teman saya pernah mempertanyakan kualitas kurikulum baru di negeri saya sendiri. Tetapi, saat mengeluh dan mencoba membandingkan dengan negara lain, biasanya saya dan teman saya hanya berasumsi atau membicarakan rumor-rumor yang pernah kita dengar. 

Dalam bulan-bulan pertama saya disini pun, berhubung saya memiliki kesempatan untuk mendengar langsung dari orang-orang ‘luar negeri’, saya pun sering membicarakan tentang hal ini dengan teman-teman saya. Dan oleh karena itu, dalam beberapa tulisan ke depan ini saya akan mencoba membandingkan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di luar negeri. Apakah benar separah itu? Apakah pendidikan Indonesia benarlah ‘terburuk’ seperti yang sebagian kita aku-akui? Atau apakah Indonesia sebenarnya cukup bagus? Jadi, mari kita ke bagian pertama!

1. Mata Pelajaran 
Secara kuantitas, banyak orang yang bilang kalau jumlah mata pelajaran sebanyak 15 di Indonesia itu terlalu banyak. Saya pun bisa dibilang setuju dengan kalimat tersebut. Secara, saya sendiri sekarang menganut kurikulum International Baccalaureate yang dimana siswanya hanya memiliki 6 mata pelajaran dan itu pun bisa dipilih. Tapi, apakah semua pendidikan di “luar negeri” seperti ini? Tidak.
Saat berdiskusi dengan teman-teman saya, memiliki belasan mata pelajaran yang tidak dipilih adalah hal biasa, baik itu di negara berkembang maupun negara maju. Bahkan, gilanya, ada juga kurikulum Eropa yang memiliki sampai 20 mata pelajaran

15 mata pelajaran memang tetap lah banyak, tetapi saya merasa pemerintah juga memiliki alasan untuk memilih mapel-mapel tersebut dan tidak semata-mata untuk memberi beban (ini memang mengundang pro & kontra). Tapi setidaknya, kita tahu bahwa Indonesia tidak lah ‘terparah’ dalam hal ini.

Kalau membicarakan kualitas mata pelajarannya sendiri, jawabannya sendiri relatif. Perbandingannya bisa dibilang seperti ini: kurikulum Indonesia tuh luas tapi cetek, sedangkan disini itu gak terlalu luas tapi dalam. Di Indonesia, saya ingat sekali bahwa saya harus banyak menghafal. Sedangkan disini, saya tidak perlu menghafal banyak, tetapi saya dituntut untuk lebih memahami konsep-konsep. 

Ambil contoh, Biologi. Di mata pelajaran biologi, disini saya memulai dari dasarnya yaitu biokimia, lalu mempelajari organel dan sel, kemudian mempelajari respirasi sel, replikasi sel, fotosintesis, dan baru di tahun kedua kami mempelajari fisiologi manusia. Jadi segalanya seperti tertata dan beralur. Memang, hafalan tetap lah ada. Tetapi dengan diajarkan konsep dasarnya, menghafal istilah pun terasa lebih mudah. Sedangkan di Indonesia, hafalannya itu sangat banyak, dipenuhi dengan istilah-istilah yang tidak diajari di dalam kelas dan tidak membantu membangun pemahaman.

Di sisi lain, kurikulum Indonesia juga unggul dalam beberapa bidang, terutama sains. Saya sangatlah terbantu dalam sains disini karena pernah mengenyami pendidikan Indonesia sebelumnya. Padahal disini ada beberapa teman saya yang sebenarnya jenius tapi terhambat belajarnya karena mereka tidak banyak mempelajari ilmu eksak sebelumnya. Tetapi, ini juga bisa berarti Indonesia terlalu banyak memberi tekanan dan fokus di bidang sains.

Itulah yang saya sayangi. Dibandingkan dengan beberapa teman disini, saya merasa saya cukup ketinggalan dalam bidang-bidang selain sains. Saat saya sampai disini, saya tidak tahu menahu apa itu kapitalisme dan komunisme. Saya tidak tahu menahu banyak sejarah dunia dan apa yang sedang terjadi di dunia. Saya pun tahu mengenai sustainability, atau keberlanjutan, baru setelah saya sampai disini. Di kelas sastra pun, saya merasa canggung karena di Indonesia saya hanya terbiasa menganalisa unsur intrinsik dan sebagainya, sedangkan disini kami menganalisa hal-hal yang lebih komplit, seperti peran takdir dalam pengembangan cerita Romeo dan Juliet. Dan saya rasa inilah salah satu alasan mengapa kita punya banyak mata pelajaran, dan penerapan pengajarannya saja sedang dalam tahap pengembangan.

Jadi, kalau disimpulkan, dalam segi mata pelajaran, walaupun Indonesia memang belum sehebat negara-negara maju, it's not that bad dan Indonesia sedang menuju ke arah yang lebih baik (semoga). :) See you on the other part!

Monday, April 4, 2016

Nyontek?


Hari ini teman saya curhat mengenai Ujian Nasional yang baru dia ikuti hari ini. Jujur saja, saya tidak tahu sama sekali mengenai bagaimana sistem UN yang sedang berlangsung, sebab saya memang belum pernah mendapat informasi mengenai UN SMA, terlebih UNBK yang kini berlangsung di SMA lama saya. Yang saya tahu dari UN ini adalah sistemnya dibagi menjadi sesi-sesi, tetapi saya tidak tahu apakah soalnya sama atau tidak dan sebagainya.

Saya hanya dengar dari teman saya bahwa ia mendapat akses ke kunci jawaban, layaknya beberapa siswa lainnya. Dalam curhat-nya, ia menanyakan saran saya apakah ia harus ikut mencontek atau tidak. Ia bilang ia lelah mendengar orangtuanya kecewa selama ini mengenai nilainya yang buruk walaupun dia berusaha jujur, yang sementara teman-temannya mendapat nilai bagus karena mencontek. Ia pun memasrahkan diri apabila saya akan memaki-maki dia.

Saya pun awalnya bingung. Entah kenapa, saya sulit menjawab curhatan teman saya ini. Bisa jadi karena saya memang sudah terbiasa dengan lingkungan yang tidak contek-mencontek dan sebagainya, atau bisa jadi karena saya juga berempati dengan teman saya. Jujur saja, saya juga akan sama lemahnya dan bingungnya apabila saya berada dalam kondisi teman saya. Saya juga membayangkan posisi teman-teman saya yang lainnya, yang seringkali mengalami ketidakadilan yang masih ada dalam pendidikan di negeri ini, pun juga mungkin lelah dicurangi dan tergoda untuk ikut mencontek.

Kepada teman-teman saya, saya tidak ingin semata-mata memarahi kalian dan melarang kalian untuk tidak mencontek. Secara, saya sendiri tidak berada dalam posisi kalian. Saya juga tahu bahwa kalian sudah cukup dinasihati oleh berbagai sumber, baik orangtua, guru, maupun lingkungan di media sosial. Tapi, jika saya dalam posisi kalian, yang saya akan lakukan adalah menanyakan diri saya sendiri, seperti:

- Seberapa penting sih UN ini bagi saya? Apakah UN ini merupakan jaminan masa depan yang lebih baik? Apakah masa depan yang dianggap lebih baik itu juga akan lebih bermanfaat bagi orang lain?

- Apakah mental saya cukup sampai disini? Apakah saya ingin punya masa depan dengan mental lemah? Apakah nilai di atas kertas lebih berharga daripada nilai moral saya?

- Jika saya lelah dicurangi, bukannya dengan ikut mencontek akan menambah ketidakadilan dalam sistem pendidikan ini?

- Jika saya dalam kondisi teman saya diatas, apakah saya bisa menceritakan kondisinya kepada orang tua saya dan meminta dukungan mereka untuk menjadi jujur dalam UN ini? Bukannya mereka akan lebih bangga?

- Dan sebagainya.

Dengan menanyakan diri kalian sendiri, setidaknya kalian dapat mengetahui diri kalian lebih dalam dan tidak semata-mata takut dan mengikuti teman-teman yang lain. Ini juga tidak berarti saya mendukung kalian untuk mencontek. Sama sekali. Saya sendiri adalah orang yang sangat menghargai kejujuran. Tapi, saya juga tahu beban kalian sangat lah berat, dan kalian sendiri mungkin juga telah menanyakan diri kalian sendiri berkali-kali.

Jika kalian merasa beban kalian sangat lah berat, jangan lupa banyak di sekitar kalian yang dapat memberi dukungan kepada kalian – orang tua, guru, atau sesama teman. Jangan lupa juga untuk menyerahkan segalanya kepada Yang Maha Kuasa dan simply berdoa untuk yang terbaik. Dan jangan lah lupa untuk percaya kepada kemampuan diri kalian sendiri. :)

Dan sebagai penutup, saya sekali lagi ingin mengucapkan: selamat berjuang para peserta Ujian Nasional 2016! Semoga kalian dapat mendapat yang terbaik. Aamiin.

Salam,
Bayu Ahmad

Tuesday, March 29, 2016

Semangat bos!

I rarely post something short, but this time, I just really want to give my support to all of my friends in Indonesia who are going to have the national exam next week. I am pretty sure you all have received tips and trick how to tackle the exam, so what I can hopefully contribute now are only support and wish for your luck next week :)

Semangat bos!! H-6!!!


Tuesday, March 22, 2016

International Women’s Day

“International Women's Day (IWD) is celebrated on March 8 every year. In different regions the focus of the celebrations ranges from general celebration of respect, appreciation and love towards women for their economic, political and social achievements.” – Wikipedia

In addition to the definition that Wikipedia provides above, International Women’s Day also mainly focus to promote a gender equality – without pursing one to be superior to another – in which case women have been discriminated for a long time – perhaps thousand years. There is also an International Men’s Day, which is celebrated every November 19, with the same idea to promote gender equality. Well, men are also discriminated in some way, such as the idea that men should not cry. 

Back to women’s discrimination, it can occur in any forms. It can be a limitation for women to pursue higher education – which was fought by R. A. Kartini a century ago in Indonesia – or that women don’t have any chance to have a certain job, or as simple as that women are judged by wearing pants.
Women discrimination happens all around the world and can be different from a country to another depends on their culture. And so does the celebration of this day. Here in Freiburg, people are celebrating International Women’s Day through many ways, like demonstration, public discussion, and movie night. 

In my college, we celebrated this day by having a Global Affairs session discussing the gender equality issue in general. It made us question stuff, such as whether there had been a gender equality in our college or not, or whether we had experienced this issue personally in our life. Then, we also watched a TED-talks about “Everyday Sexism”. It is an online project initiated by Laura Bates where women all around the world can share their experience of being discriminated by their gender in any way. If you are interested on this project, you can visit the website directly at http://everydaysexism.com/ or watch the video we watched down below.




Last but not least, there are still many extreme women discriminations worldwide. One of the most extreme is Female Genital Mutilation. Female Genital Mutilation is basically a circumcision (penyunatan) of external part of women genital. This circumcision doesn’t have any medical reason (based on WHO), while many women are being forced to do this worldwide. 

The most extreme case is in Somalia, where 98% of women are cut. But, this is also happening in many countries, including Indonesia. I am not an expert of this issue, but if the case is that there is no medical reason or even it can have negative impact on health and women are being forced (directly or socially), this should STOP! You can help by signing a petition to ban FGM in Somalia at https://www.avaaz.org/en/fgm_somalia_ban_loc/?fpla

After all, I just want to say: let's have a peaceful world where there is no discrimination of anything, like gender, races, religion, and so on, starting with ourselves and our actions in daily life :). Thanks for reading!
 
--------------------------------------------------------------------------------------------

PS: I just want to let you know that since now my posts are more likely going to be in English because there is an increase of non-Indonesian readers of this blog and I want to reach them to spread the word as well. I will always try to make everything easy to read as much as possible ;)

Regards,
Bayu

Friday, March 18, 2016

Renewable energies in Indonesia: How is it going?


One day, an Indonesian, a Uruguayan, a Norwegian, and an Algerian went to a café together in the afternoon. They started having a nice conversation with warm tea. Somehow, the conversation changed to a topic about renewable energies in their countries. The Uruguay guy was so proud of his country’s achievement on getting 90%* of the energy from wind turbine. And so was the Norwegian guy. His country generated 97%* of its energy from hydro power. Despite his underestimated country, the Algerian guy was also proud of his country, because his country started building a lot of solar cell farms. And then, it was the Indonesian guy turn. They asked him: how is it going there?

How is it going?

*not exact numbers, but I am sure they are big

Tuesday, March 8, 2016

Humans of RBC

Halo, semuanya!


Kali ini singkat saja, saya akhirnya telah memulai projek saya disini yang bernama Humans of RBC  atau Humans of Robert Bosch College! Projek ini yang berslogan "Everyone has their own story" terinspirasi dari Humans of New York, yang telah saya jelaskan di postingan saya sebelumnya. Saya dan tim saya akan meng-upload satu 'cerita' baru setiap minggunya, jadi bagi kalian yang ingin mantau, silahkan lihat di humansofrbc.wordpress.com atau facebook.com/humansofrbc/. Saya juga telah menambahkan menu di blog ini untuk menuju website Humans of RBC tersebut. Tolong jangan sungkan untuk memberi komentar atau masukan jika ada mengenai projek ini.

Have a nice day,
Bayu

Monday, February 29, 2016

Hak Istimewa?


Sebenarnya, hari ini saya tidak berencana untuk menulis tentang hal ini, melainkan tentang topik yang saya pelajari di Global Affairs minggu kemarin. Saya menulis ini karena saya merasa hal ini penting untung diserap dan dimengerti oleh kebanyakan orang Indonesia, yang kemudian bisa digunakan ke isu-isu yang ada sekarang di masyarakat, seperti masalah SARA, gender, orientasi seksual, dan semacamnya. 

Tulisan saya ini didasarkan oleh opini seorang aktivis dalam persamaan gender, Gina Crosley-Corcoran, di huffingtonpost.com. Dalam tulisan yang berjudul “Explaining White Privilege to A Broke Person”, ia membahas tentang hak istimewa yang dimiliki oleh orang kulit putih. Masalah ras sebenarnya sudah jauh lebih baik di dunia ini sekarang dibanding beberapa dekade yang lalu. Tetapi, ada beberapa orang yang mengucapkan istilah “White Privilege” atau hak istimewa orang kulit putih, yang kemudian ada beberapa pihak yang tersinggung, karena mereka (baca: orang kulit putih) merasa tidak pernah diberi hak istimewa apapun.

Berbeda dengan hak asasi, hak istimewa adalah hak yang dimiliki orang tertentu karena suatu posisi atau kondisi yang dimiliki orang tersebut. Memang, kita sebagai masyarakat tidak pernah memberi hak istimewa apapun kepada orang kulit putih secara langsung. Tetapi kalau dipikir-pikir lagi, secara tidak langsung memang ada hak-hak yang hanya dimiliki sekumpulan orang tertentu. Dalam tulisan Gina, ia menyebutkan hal-hal ini sebagai contoh:

  • Kewarganegaraan: menjadi warga negara tertentu, seperti Amerika, tentu memberikan hak-hak yang tidak dimiliki warga negara lain.
  • Kelas sosial: dilahirkan dalam keluarga dengan keuangan yang stabil dapat menjamin kesehatan, kebahagian, keamanan, pendidikan, kecerdasan, dan kesempatan dalam masa depan yang tidak dimiliki keluarga kurang mampu.
  • Orientasi seksual: dilahirkan sebagai heteroseksual dijamin secara hukum dan memiliki rasa aman dimasyarakat
  • Jenis Kelamin: dilahirkan sebagai laki-laki membuat kita tidak perlu takut akan perkosaan pada tengah malam
  • Kemampuan: dilahirkan tanpa keterbatasan membuat kita tidak perlu merencanakan hidup kita di sekitar akses kebutuhan-kebutuhan khusus.

Dan dari saya sendiri, saya juga dapat menyebutkan banyak contoh bagaimana kita diuntungkan atau memiliki hak istimewa dalam kehidupan sehari-hari. Contoh sederhananya: menjadi orang Asia. Saya sangat diuntungkan karena sebelumnya saya telah menempuh pendidikan Asia (baca: kurikulum 2013 :D) yang cenderung sulit, sehingga setidaknya dalam ilmu eksak, saya sudah memiliki dasar yang lebih dibanding teman-teman saya yang lain. Tetapi, pada saat yang sama, berdasarkan beberapa opini, menjadi seorang (lelaki) Asia cenderung dipandang sebelah mata, khususnya secara fisik, yang sebenarnya juga bukan masalah bagi saya.  

Contoh kecil lainnya lagi adalah menjadi orang Islam di Indonesia. Bagi orang-orang non-muslim, mereka kadang-kadang perlu berjuang demi melaksanakan kegiatan tertentu sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Intinya sih sederhana, apabila kita beruntung dilahirkan dengan “hak-hak istimewa” tersebut, bersyukurlah! Saya pun teringat dengan ayat Al-Quran yang berulang-ulang diucapkan dalam surat Ar-Rahman, yang berarti: “Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kamu dustakan?”. Pokoknya, jangan lupa bersyukur!
Tetapi, bersyukur saja tidak lah cukup. Kita juga perlu benar-benar sadar akan adanya orang-orang yang tidak memiliki hak-hak istimewa tersebut, yang berjuang mati-matian demi apa yang mereka perjuangkan. Cobalah ikut berpartisipasi memperjuangkan hak-hak orang tersebut, kalau bisa, dengan cara apapun. Atau setidaknya, seperti dalam isu orientasi seksual yang sedang hangat di Indonesia, cobalah untuk sadar bahwa mereka sedang berjuang mati-matian demi rasa aman bagi diri mereka sendiri. Walau seandainya kalian tidak memiliki pendapat yang sama, setidaknya cobalah untuk memberi reaksi yang positif dan membangun. Dalam kasus di atas, mungkin kita bisa memberi dukungan mental, seperti mendengarkan cerita mereka dan/atau secara perlahan membawa ke arah yang lebih baik (kalau bisa – saya pun tidak tahu).

Dunia ini memang tidak lah adil. Selalu ada beberapa pihak yang lebih diuntungkan dibanding yang lain. Tetapi, alangkah indahnya dunia ini, kalau semua orang berusaha untuk membuat dunia ini lebih adil dan lebih indah, ya kan? :)

Salam hangat,
Bayu Ahmad