Friday, April 22, 2016

Vegetarian 101


Maybe some of you already knew from my earlier post about me being vegetarian. And you know what? I have survived being a vegetarian for more than half a year! This is actually not a big achievement because some of my friends have been a vegetarian for more than a half of their life already. Still, it is just amazing for me to realize how I have avoided meat for that long period. 

However, I still think that many people out there still have little or no idea about what vegetarian is and how it is like. And even more, some people even have a negative connotation of vegan and vegetarian like in 9GAG. Therefore, in this post, I would like to give you more insight about being a vegetarian, so after reading this, perhaps you can tell your friends what the truth is. 

Wednesday, April 13, 2016

Seri Pendidikan: Membandingkan Kurikulum (Bagian 1)



"Coba lihat tuh pendidikan di luar negeri. Mereka itu ini, ini, dan ini..."

Ucapan tersebut memang sebelumnya sering saya dengar dari berbagai teman dan kenalan saya, atau bahkan mungkin dari diri saya sendiri. Sebagai (mantan) penganut kurikulum 2013, wajar saja saya dan teman-teman saya pernah mempertanyakan kualitas kurikulum baru di negeri saya sendiri. Tetapi, saat mengeluh dan mencoba membandingkan dengan negara lain, biasanya saya dan teman saya hanya berasumsi atau membicarakan rumor-rumor yang pernah kita dengar. 

Dalam bulan-bulan pertama saya disini pun, berhubung saya memiliki kesempatan untuk mendengar langsung dari orang-orang ‘luar negeri’, saya pun sering membicarakan tentang hal ini dengan teman-teman saya. Dan oleh karena itu, dalam beberapa tulisan ke depan ini saya akan mencoba membandingkan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di luar negeri. Apakah benar separah itu? Apakah pendidikan Indonesia benarlah ‘terburuk’ seperti yang sebagian kita aku-akui? Atau apakah Indonesia sebenarnya cukup bagus? Jadi, mari kita ke bagian pertama!

1. Mata Pelajaran 
Secara kuantitas, banyak orang yang bilang kalau jumlah mata pelajaran sebanyak 15 di Indonesia itu terlalu banyak. Saya pun bisa dibilang setuju dengan kalimat tersebut. Secara, saya sendiri sekarang menganut kurikulum International Baccalaureate yang dimana siswanya hanya memiliki 6 mata pelajaran dan itu pun bisa dipilih. Tapi, apakah semua pendidikan di “luar negeri” seperti ini? Tidak.
Saat berdiskusi dengan teman-teman saya, memiliki belasan mata pelajaran yang tidak dipilih adalah hal biasa, baik itu di negara berkembang maupun negara maju. Bahkan, gilanya, ada juga kurikulum Eropa yang memiliki sampai 20 mata pelajaran

15 mata pelajaran memang tetap lah banyak, tetapi saya merasa pemerintah juga memiliki alasan untuk memilih mapel-mapel tersebut dan tidak semata-mata untuk memberi beban (ini memang mengundang pro & kontra). Tapi setidaknya, kita tahu bahwa Indonesia tidak lah ‘terparah’ dalam hal ini.

Kalau membicarakan kualitas mata pelajarannya sendiri, jawabannya sendiri relatif. Perbandingannya bisa dibilang seperti ini: kurikulum Indonesia tuh luas tapi cetek, sedangkan disini itu gak terlalu luas tapi dalam. Di Indonesia, saya ingat sekali bahwa saya harus banyak menghafal. Sedangkan disini, saya tidak perlu menghafal banyak, tetapi saya dituntut untuk lebih memahami konsep-konsep. 

Ambil contoh, Biologi. Di mata pelajaran biologi, disini saya memulai dari dasarnya yaitu biokimia, lalu mempelajari organel dan sel, kemudian mempelajari respirasi sel, replikasi sel, fotosintesis, dan baru di tahun kedua kami mempelajari fisiologi manusia. Jadi segalanya seperti tertata dan beralur. Memang, hafalan tetap lah ada. Tetapi dengan diajarkan konsep dasarnya, menghafal istilah pun terasa lebih mudah. Sedangkan di Indonesia, hafalannya itu sangat banyak, dipenuhi dengan istilah-istilah yang tidak diajari di dalam kelas dan tidak membantu membangun pemahaman.

Di sisi lain, kurikulum Indonesia juga unggul dalam beberapa bidang, terutama sains. Saya sangatlah terbantu dalam sains disini karena pernah mengenyami pendidikan Indonesia sebelumnya. Padahal disini ada beberapa teman saya yang sebenarnya jenius tapi terhambat belajarnya karena mereka tidak banyak mempelajari ilmu eksak sebelumnya. Tetapi, ini juga bisa berarti Indonesia terlalu banyak memberi tekanan dan fokus di bidang sains.

Itulah yang saya sayangi. Dibandingkan dengan beberapa teman disini, saya merasa saya cukup ketinggalan dalam bidang-bidang selain sains. Saat saya sampai disini, saya tidak tahu menahu apa itu kapitalisme dan komunisme. Saya tidak tahu menahu banyak sejarah dunia dan apa yang sedang terjadi di dunia. Saya pun tahu mengenai sustainability, atau keberlanjutan, baru setelah saya sampai disini. Di kelas sastra pun, saya merasa canggung karena di Indonesia saya hanya terbiasa menganalisa unsur intrinsik dan sebagainya, sedangkan disini kami menganalisa hal-hal yang lebih komplit, seperti peran takdir dalam pengembangan cerita Romeo dan Juliet. Dan saya rasa inilah salah satu alasan mengapa kita punya banyak mata pelajaran, dan penerapan pengajarannya saja sedang dalam tahap pengembangan.

Jadi, kalau disimpulkan, dalam segi mata pelajaran, walaupun Indonesia memang belum sehebat negara-negara maju, it's not that bad dan Indonesia sedang menuju ke arah yang lebih baik (semoga). :) See you on the other part!

Monday, April 4, 2016

Nyontek?


Hari ini teman saya curhat mengenai Ujian Nasional yang baru dia ikuti hari ini. Jujur saja, saya tidak tahu sama sekali mengenai bagaimana sistem UN yang sedang berlangsung, sebab saya memang belum pernah mendapat informasi mengenai UN SMA, terlebih UNBK yang kini berlangsung di SMA lama saya. Yang saya tahu dari UN ini adalah sistemnya dibagi menjadi sesi-sesi, tetapi saya tidak tahu apakah soalnya sama atau tidak dan sebagainya.

Saya hanya dengar dari teman saya bahwa ia mendapat akses ke kunci jawaban, layaknya beberapa siswa lainnya. Dalam curhat-nya, ia menanyakan saran saya apakah ia harus ikut mencontek atau tidak. Ia bilang ia lelah mendengar orangtuanya kecewa selama ini mengenai nilainya yang buruk walaupun dia berusaha jujur, yang sementara teman-temannya mendapat nilai bagus karena mencontek. Ia pun memasrahkan diri apabila saya akan memaki-maki dia.

Saya pun awalnya bingung. Entah kenapa, saya sulit menjawab curhatan teman saya ini. Bisa jadi karena saya memang sudah terbiasa dengan lingkungan yang tidak contek-mencontek dan sebagainya, atau bisa jadi karena saya juga berempati dengan teman saya. Jujur saja, saya juga akan sama lemahnya dan bingungnya apabila saya berada dalam kondisi teman saya. Saya juga membayangkan posisi teman-teman saya yang lainnya, yang seringkali mengalami ketidakadilan yang masih ada dalam pendidikan di negeri ini, pun juga mungkin lelah dicurangi dan tergoda untuk ikut mencontek.

Kepada teman-teman saya, saya tidak ingin semata-mata memarahi kalian dan melarang kalian untuk tidak mencontek. Secara, saya sendiri tidak berada dalam posisi kalian. Saya juga tahu bahwa kalian sudah cukup dinasihati oleh berbagai sumber, baik orangtua, guru, maupun lingkungan di media sosial. Tapi, jika saya dalam posisi kalian, yang saya akan lakukan adalah menanyakan diri saya sendiri, seperti:

- Seberapa penting sih UN ini bagi saya? Apakah UN ini merupakan jaminan masa depan yang lebih baik? Apakah masa depan yang dianggap lebih baik itu juga akan lebih bermanfaat bagi orang lain?

- Apakah mental saya cukup sampai disini? Apakah saya ingin punya masa depan dengan mental lemah? Apakah nilai di atas kertas lebih berharga daripada nilai moral saya?

- Jika saya lelah dicurangi, bukannya dengan ikut mencontek akan menambah ketidakadilan dalam sistem pendidikan ini?

- Jika saya dalam kondisi teman saya diatas, apakah saya bisa menceritakan kondisinya kepada orang tua saya dan meminta dukungan mereka untuk menjadi jujur dalam UN ini? Bukannya mereka akan lebih bangga?

- Dan sebagainya.

Dengan menanyakan diri kalian sendiri, setidaknya kalian dapat mengetahui diri kalian lebih dalam dan tidak semata-mata takut dan mengikuti teman-teman yang lain. Ini juga tidak berarti saya mendukung kalian untuk mencontek. Sama sekali. Saya sendiri adalah orang yang sangat menghargai kejujuran. Tapi, saya juga tahu beban kalian sangat lah berat, dan kalian sendiri mungkin juga telah menanyakan diri kalian sendiri berkali-kali.

Jika kalian merasa beban kalian sangat lah berat, jangan lupa banyak di sekitar kalian yang dapat memberi dukungan kepada kalian – orang tua, guru, atau sesama teman. Jangan lupa juga untuk menyerahkan segalanya kepada Yang Maha Kuasa dan simply berdoa untuk yang terbaik. Dan jangan lah lupa untuk percaya kepada kemampuan diri kalian sendiri. :)

Dan sebagai penutup, saya sekali lagi ingin mengucapkan: selamat berjuang para peserta Ujian Nasional 2016! Semoga kalian dapat mendapat yang terbaik. Aamiin.

Salam,
Bayu Ahmad